Minggu, 26 Desember 2010

KUMPULAN PUISI

KUMPULAN PUISI

Tak ada alasan meyakini adanya cinta
Ketika ia harus terpaksa hadir karena ego
Yang ditunggangi hasrat dan nafsu yang serakah
Mengintari dari balik temaramnya
Pandangan seorang gadis, mendekap
Dari kehampaan harap dan impian yang tiada kunjung tiba….
Alangkah menyedihkan nasibmu wahai
Sang pelipur lara, berani hinggap di
Dahan yang kiang merapuh, menorah sesal
Dan kesedihan yang tiada terperih
Dalam bayang-bayang kehancuran mimpi
Yang kiang menggorogoti jasad yang lemah
Dan jiwa yang semakin terasa terpenjara.


Betapa banyak orang yang ingin
Melaikat ketika tuhan tak mampu
Berbuat apa-apa
Betapa banyak manusia yang ingin
Menjelma rupa dalam wujud Romeo
Ketika dalam hamparan cahaya samar
Muncul Juliet dengan wajah indah merona
Dan betapa banyak kata-kata cinta
Terlontar dari lisan orang-orang yang
Lidah dan fikirannya terlipat, dati dan
Jiwanya tertutup, mata dan sikapnya
Larut dalam pandangan duniawi.


Dibalik hamparan duri yang
Terbungkus permadani,
Cinta melepas kasihnya
Tak berdaya…
Menanti hempasan gelombang
Yang akan menyapu semua kenangan
Akan kekasihnya.


Takdir selalu dapat diubah
Waktu kadang berputar mundur
Salju kadang gugur dimusim panas
Ketika matahari dan bulan
muncul bersamaan, ketika itupula
mereka akan menyatukan cintanya.
Laksana air yang menyapa dengan lembut
Laksanan awan kemilau percikan mentari
Dan tidak seorangpun tau kapan
Daun akan berguguran dan kapan
Gigi bayi akan tumbuh tuk pertama kali,
Begitupun dengan diriku yang tidak
Pernah tau kepada siapa kau
Harus jatuh cinta


Perlahan kubuka tirai mimpimu
Membayang wajah indahmu yang lelap
Kuketuk pintu sadarmu dan berkata
“maafkan aku manisku”
Padamu memang segalanya terasa sulit
Untukmu adalah semua harapku
Namun semua terbatasi oleh ragaku
Harapku dan inginku tenggelam dalam
Keraguan dan ketakutan


Sejenak renung dalam diamku,
Mematri harapan buah impian
Seberkas cahya penyuluh jiwa
Tenangkan hati tuk sesaat
Ini hari yang telah kau nanti
Gugurkan salah semaikan kasih
Semoga yang terlewatkan
Kembali dengan segala keindahan
Penuhi ruang nafasku.

Lidahku keluh menuntut masa
Hariku suram terhimpit dosa
Lidahku kian sulit berucap
Dosa kian sulit disesali
Dimana jiwa rindukan kedamaian
Harapkan hati sucikan jasad
dibulan fitri ini kuhaturkan maaf
smoga kedamaian menemani langkahmu


duhai sang cahaya malamku
kapan lagi kau akan menyapaku
rindukan sinar terangi jiwaku
laksana raja rindukan ratu
cahayamu tebarkan harapan
hinggapi tiitik ditiap jiwaku
tebarkan damai ditiap gusamku
hancurkan ragu akan cintamu


terlintas rasa ingin kembali
namun waktu telah berlalu
tinggalkan hari penuh sesal
sisahkan sedih dihati yang kalut
wahai dikau yang telah berlalu
damanakah gerangan tempat berlabuhmu
akankah hinggap didahan yang kian merapuh
atau akan berlalu tak kembali


beribu hari telah kulalui
beribu dosa telah terselesaikan
berjuta nafs telah kuhembuskan
berjuta waktu telah kulewatkan
sesal kini kian terhirup
semakin sulit tuk kuhempaskan
harapan kini kian tertanam
semakin Nampak sulit tuk
terijabahkan.


Hati terketuk jiwa bergeming
Menapaki hidup penuh keheningan
Menorah sedih pada hati yang hampa
Termaktub sesal pada jiwa yang mendalam
Sifat kehambaan mulai terasa
Sifat keesaan mulai tersaksikan

PROSA DAN PUISI

PROSA DAN PUISI
Menurut kamus ilmiah, prosa diterjemahkan sebagai karangan bebas yang tidak terikat oleh irama dan rima. Sedangkan puisi diterjemahkan sebagai karangan (pendek) yang terikat oleh irama dan rima.
Dari defenisi diatas, jelas terlihat perbedaan antara prosa dan puisi hanya terletak pada adanya irama dan rima. Prosa dan puisi adalah sama-sama bentuk karya sastra yang memiliki banyak pengaruh dalam dunia sastra, namun keduanya tidak jarang pula mengandung muatan-muatan ideology baik budaya, moral dan agama sehingga para kritikus sastra tak jarang lemparkan argumentasi kritik terhada karya yang memiliki kecenderungan ideology yang dapat merusak tatanan kehidupan social serta citraan negative yang dapat terjadi dalam proses interpretasi.
Sebagai contoh dalam novel “Heat of Darkness” yang memberikan gambaran imformatif bagaimana sebuah karya dapat bekerja secara politik dengan cara yang sampai sekarang sama sekali belum teramati oleh para kritikus kebudayaan. Marlow menyatakan bahwa heart of darkness terlalu bersifat rasis dalam menggambarkan orang-orang Afrika, kritik yang dilontarkan Marlow lebih cenderung pada nilai imperialisme yang menampakkan kesenjangan antara realitas dan representasi realitas.
Namun, tidak juga semua karya mengandung unsure-unsur ideology, seperti dalam puisi “To Autumn” yang diklaim para pembaca sebagai sebuah karya yang terbebas dari kepentingan ideology, puisi tersebut hanya mengandung uraian objek tentang kenyataan yang sama sekali terlepas dari pemitosan, pemenuhan harapan, atau sikap tendensius dalam bentuk apapun, dalam puisi tersebut hanya mengisahkan suasana alami ketika kematian tampil cukup menonjol. Ini sangat berbeda dengan Heart of Darkness yang bersifat mengganggu, terbungkus didalam masalah ideologis.
Prosa dan puisi sebagai sebuah karya yang dinikmati oleh para pembaca juga dibedakan dalam hal kondisi dan suasana yang dirasakan pembaca ketika membaca sebuah prosa atau puisi. Sebagaimana dalam buku yang berjudul “berburu kata mencari Tuhan” menganalogikan bahwa sebuah prosa lebih enak ketika dibaca namun puisi lebih enak ketika dicerna, nikmatnya prosa terasa ketika dikunyah, nikmatnya puisi saat meresap kedalam hati sanubari. Mengapa hal tersebut terjadi? Tidak lain karena prosa mengisahkan peristiwa atau kejadian hidup serta berbagai pernik dimensinya dengan menggunakan pemaparan yang cenderung detail dan verbal. Sedangkan dalam puisi, yang disajikan hanyalah saripati peristiwa. Ibarat embun yang jatuh dimalam hari pada musim kemarau, maka dibalik keberadaan setetes embun saja kita dapat membayangkan serta menemukan bermacam nilai peristiwa kemanusiaan maupun alam semesta yang tak ternilai harganya.
Namun secara umum prosa dan puisi memiliki kekuatan tersendiri yang susah untuk dimengerti dengan rasio bahkan kadang membingungkan. Namun, hal itulah yang membuatnya terasa memiliki kekuatan estetika yang dalam.
Seperti dalam kumpulan prosa karya Afrizal Malna yang berjudul “seperti sebuah novel yang malas mengisahkan manusia” terdapat beberapa petikan kalimat serta deretan cerita yang tidak gramatikal dan terasa cenderung melayang dalam noktah interpretasi.
Begitupun juga dalam kumpulan puisi Riki Dhamparan Putra yang berjudul “percakapaan Lilin” terdapat beberapa puisi yang sarat makna tersirat dan melambung jauh dari batas ranah-ranah interpretasi rasional alamiah. Kadang terlihat sebagai puisi yang mengisahkan manusia, namun juga terasa bahwa puisi tersebut bercerita tentang gambaran perasaan hati yang tidak menentu.
Api yang tak mati, sudahkan kau
Basuh tangan yang menyulutnya seterik ini?
Barangkali dicelah jari itu masih ada sisa
Daging dan kukumu mungkin retak
Hingga tangismu yang suci sia- sia
Dihapus peluh orang banyak.
Namun sebagai mana dijelaskan dalam The Death Of Author bahwa interpretasi sebuah karya terlepas dari pengarang tak kala karya tersebut telah dipublikasikan ke dalam dunia pembaca, sehingga pengarang hanyalah symbol pencipta karya namun tidak mengikat para pembaca dalam hal interpretasi makna.